Jumat, 03 Juli 2020

Hal apa saja yang banyak masyarakat Indonesia tidak tahu tentang Israel ?

Ani tayas mis Singapore.

Pada penghujung dasawarsa 1970-an, pemerintah melepaskan sepuluh penerbang terbaik Indonesia untuk berangkat ke Arizona. Tugasnya satu, belajar mengawaki pesawat tempur sub-sonik buatan Amerika Serikat.

Merenggangnya hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia pada masa Orde Baru membuat jet-jet tempur seperti Ilyushin II-28 serta Tupolev Tu-16 kesulitan untuk memperoleh suku cadang. Meskipun Indonesia telah mengalihkan pandangan ke Barat, namun armada-armada lungsuran Amerika pada Perang Korea seperti F-86 Sabre dianggap sudah mulai uzur.

Saat itulah DPR menyetujui anggaran guna membeli armada udara tambahan dari Amerika Serikat, apalagi operasi militer di Timor Timur masih akan berlanjut.

Berita keberangkatan sepuluh penerbang terbaik Indonesia ke Arizona, termasuk salah satunya Faustinus Djoko Poerwoko, ramai dibicarakan publik. Tak ayal, ada kebanggaan luar biasa di hati para penerbang pilihan ini. Bahkan beberapa orang penerbang mengadakan ‘syukuran’ di kampung mereka sebelum bertugas selama enam bulan dalam misi besar di Amerika Serikat.

Hingga pada hari yang ditentukan, kesepuluhnya diberangkatkan dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma menuju ke Arizona, dengan satu perhentian selama semalam di Singapura melalui Pangkalan Udara Paya Lebar.

Namun suasana tiba-tiba berubah ketika mereka tiba di Singapura.

Di Singapura, para penerbang Indonesia ditemui oleh beberapa agen rahasia BAIS yang mengambil paspor mereka dan diganti dengan surat tugas. Sampai saat itulah mereka baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Bahwa mereka tidak dikirim ke Arizona, melainkan untuk sebuah tugas rahasia.

Tepatnya, sebuah tugas rahasia di Israel.

Nun jauh di Timur Tengah, ada kisah konflik Israel dengan negara-negara Arab.

Meskipun memenangkan Perang Yom Kippur, perlu dicatat bahwa pasukan udara Israel sempat mengalami kesulitan menghadapi Arab yang dipersenjatai oleh Uni Soviet. Sebanyak 102 pesawat tempur Israel rontok dalam perang tersebut (sebuah kehilangan yang besar meskipun tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan dua musuhnya, Mesir dan Syria, yang kehilangan lebih dari 400 pesawat).

Susutnya armada Israel ini membuat Amerika Serikat “menyumbangkan” armada terbarunya, Douglas A4-Skyhawk. Untuk mengatasi kelemahan pada pertempuran sebelumnya, Israel pun melakukan banyak modifikasi pada armada-armada udara Amerika sehingga menjadi salah satu alat perang udara paling handal pada zaman tersebut. Selain sistem radar pemburu sasaran yang canggih, mesin dengan energi jauh lebih kuat, tambahan daya tampung dari tangki bahan bakar pesawat, hingga kualitas persenjataan yang jauh lebih baik.

Semua penyempurnaan ini dilakukan oleh militer Israel secara independen.

Hanya saja ketika pertempuran dengan Arab agak reda, Israel mengalami surplus armada. Intelijen Indonesia mengendus hal ini dan menerima kabar bahwa Israel berencana untuk melepas 32 unit A4-Skyhawk dengan harga miring.

Pesawat yang disempurnakan dengan harga murah. Tak ingin kehilangan momen tersebut, pihak Indonesia pun segera melakukan penawaran.

Meskipun terdengar menarik, ABRI (TNI) tidak bisa melakukan pembelian secara langsung dari Israel. Apabila bisnis dengan Israel diketahui masyarakat Indonesia sudah pasti akan terjadi keributan, perdebatan bisa berlarut-larut, dan pembelian mungkin malah diungkit-ungkit menjadi sengketa politik domestik.

Perlu diingat, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel.

Artinya pembelian harus disamarkan melalui proxy.

Para penerbang yang sudah berada di Singapura tersebut ditemui oleh Leonardus Benjamin (Benny) Moerdani, ketua BAIS saat itu, dan diberikan paparan soal misi rahasia itu. Mereka diberi tahu bahwa pelatihan di Arizona memang tidak pernah direncanakan, sebagai gantinya mereka akan dilibatkan pada sebuah misi rahasia yaitu berguru ke Israel.

“Misi ini adalah misi rahasia, yang ragu ragu silakan kembali sekarang. Andaikata misi gagal, negara tidak akan mengakui kewarganegaraan anda. Tetapi akan tetap mengusahakan anda pulang dengan jalan lain. Misi ini berhasil jika pesawat telah sampai di Indonesia,” demikian ucap Letnan Jenderal Benny Moerdani pada para penerbang yang ditemuinya di Singapura malam itu.

Mereka kemudian diterbangkan ke Frankfurt, Jerman, dan dilanjutkan menuju ke Bandar Udara David Ben-Gurion di Tel Aviv, Israel.

Setibanya di Israel, seluruh penerbang Indonesia diamankan oleh militer Israel.

Tidak seorang pun di antara penerbang tersebut yang mengetahui apa yang bakal terjadi selanjutnya. Mereka hanya pasrah ketika militer Israel menggiring seluruh pilot militer Indonesia itu ke suatu ruangan.

Di sana ternyata telah ada agen rahasia Indonesia yang menunggu. Semua barang bawaan mereka disita, terutama yang berlabel Indonesia.

Ani tayas mis Singapore.

Saya adalah orang Singapura. Demikian Bahasa Ibrani yang diajarkan kepada tiap penerbang yang nantinya akan dilatih oleh pilot-pilot terbaik Israel.

Keesokan harinya mereka dibawa ke sebuah kota bernama Be’er Sheva dalam satu mobil van. Sebelum kemudian diangkut lagi ke pangkalan militer Israel di Eilat.

Yang menarik, pangkalan-pangkalan militer Israel tidak punya nama. Semua base militer Israel diidentifikasi hanya dengan nomor, misalnya Base 88, dan keesokan harinya nomor tersebut bisa berubah. Namun sesuai kesepakatan, penerbang dari Indonesia menamai pangkalan tempat mereka berlatih sebagai “Arizona”.

Setengah tahun lamanya penerbang Indonesia berlatih di Israel. Mereka dilatih di Eilat bersama-sama dengan tim penerbang Israel yang kelak akan bertugas dalam Operasi Babylon, yaitu misi nekad mengebom reaktor nuklir Irak di Baghdad.

Pada akhir masa pelatihan, semua penerbang kebanggaan Indonesia ini lulus dan menerima sertifikat kelulusan dari militer Israel. Mereka kemudian ditemui agen intelijen Indonesia yang langsung membakar sertifikat dan brevet tersebut.

Tugas mereka ternyata belum selesai.

Di dalam waktu yang tersisa sekitar dua minggu mereka diterbangkan ke Amerika Serikat. Di sana mereka dibawa berputar-putar ke beberapa kota seperti New York, Denver, Dallas, dan tentu saja Phoenix di Arizona. Di setiap lokasi mereka diminta mengambil foto diri sebanyak-banyaknya dan mengirimkan kartu pos. Ini sebagai kamuflase bukti bahwa mereka memang berada di Amerika Serikat.

Selain itu, mereka juga diminta berfoto di dekat pesawat tempur Amerika.

Pesawat A4-Skyhawk tiba di Tanjung Priok hampir berbarengan dengan ketibaan penerbang-penerbang Indonesia di Halim Perdanakusuma. Yang masyarakat tahu adalah pesawat Skyhawk tersebut dipesan dari Amerika Serikat.

Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 5 Oktober 1980, pesawat-pesawat baru ini dipamerkan di publik. Mereka terbang meliuk-liuk di hadapan presiden dan tamu negara, diiringi dengan applause dari masyarakat. Tidak ada yang mengira bahwa armada-armada terbaru Indonesia ini sebenarnya dibeli dari Israel.

Personil ABRI berulang kali dikirim ke Israel untuk belajar, bukan sekedar proyek pengadaan pesawat namun juga mempelajari sistem senjata lain-lain.

Meskipun harus melalui misi yang rumit, boleh dibilang pembelian A4-Skyhawk tersebut tidak terlalu berhasil. Masalah terbesar yang dihadapi Indonesia adalah banyaknya modifikasi yang dilakukan oleh militer Israel sehingga membuat para teknisi Indonesia kewalahan sementara buku panduan dikirim dari Amerika dan banyak ketidakcocokan antara versi orisinal dengan versi modifikasi.

Para pemerhati militer tentu sudah pernah mendengar cerita ini, namun rasanya publik Indonesia kebanyakan belum mengetahuinya.

Hingga sekarang, TNI tidak pernah mau mengakui kebenaran cerita ini.

Namun cerita berkesan ini dipaparkan sendiri oleh Marsekal Muda TNI (Purn.) Faustinus Djoko Poerwoko di dalam otobiografi-nya, Menari di Angkasa, yang sedikit banyak ikut membuka tabir di balik aktivitas Angkatan Bersenjata selama pemerintahan Orde Baru.

“Saya tidak akan pernah lupa, tanggal 11 Maret 1980. Saya duduk ditemani oleh instruktur, saya harus terbang rendah dengan kecepatan maksimum selama sekitar 45 menit menerobos wilayah pertahanan Suriah. Tujuan penerobosan itu sekadar untuk menguji sistem radar Suriah, mampu atau tidak mereka mendeteksi kami.

Andaikan Suriah tahu? Mungkin kami sudah tamat.”

Siapa duga, ternyata banyak alutsista militer kita yang dibeli dari Israel dan juga tentara-tentara terbaik Indonesia yang merupakan didikan Israel.


Sumber artikel : https://id.quora.com/Apa-hal-mengenai-Israel-yang-banyak-masyarakat-Indonesia-tidak-tahu/answer/Wirawan-Winarto?ch=10&share=e1be6746&srid=f8Ggt


Tidak ada komentar:

Posting Komentar